Usia 0-6 bulan
Saat lahir, bayi hanya dapat menangis untuk menyatakan keinginannya. Pada usia 2-3 bulan, bayi mulai dapat membuat suara-suara sseperti “aah” atau “uuh” yang dikenal dengan istilah “cooing.” Ia juga senang bereksperimen dengan berbagai bunyi yang dapat dihasilkannya, misalnya suara menyerupai berkumur. Bayi juga mulai bereaksi terhadap orang lain dengan mengeluarkan suara. Setelah usia 3 bulan, bayi akan mencari sumber suara yang didengarnya dan menyukai mainan yang mengeluarkan suara.
Mendekati usia 6 bulan, bayi dapat berespons terhadap namanya sendiri dan mengenali emosi dalam nada bicara. Cooing berangsur menjadi babbling, yakni mengoceh dengan suku kata tunggal, misalnya “papapapapa,” “dadadadada,” “bababababa,” “mamamamama.” Bayi juga mulai dapat mengatur nada bicaranya sesuai emosi yang dirasakannya, dengan ekspresi wajah yang sesuai.
Waspada bila: tidak ada babbling.
Usia 6-12 bulan
Pada usia 6-9 bulan, bayi mulai mengerti nama-nama orang dan benda serta konsep-konsep dasar seperti “ya,” “tidak,” “habis.” Saat babbling, ia menggunakan intonasi atau nada bicara seperti bahasa ibunya. Ia pun dapat mengucapkan kata-kata sederhana seperti “mama” dan “papa” tanpa arti.
Pada usia 9-12 bulan, ia sudah dapat mengucapkan “mama” dan “papa” (atau istilah lain yang biasa digunakan untuk ibu dan ayah atau pengasuh utama lainnya) dengan arti. Ia menengok apabila namanya dipanggil dan mengerti beberapa perintah sederhana (misal “lihat itu,” “ayo sini”). Ia menggunakan isyarat untuk menyatakan keinginannya, misalnya menunjuk, merentangkan tangan ke atas untuk minta digendong, atau melambaikan tangan (“dadah”). Ia suka membeo, menirukan kata atau bunyi yang didengarnya. Pada usia 12 bulan bayi sudah mengerti sekitar 70 kata.
Waspada bila: bayi tidak menunjuk dengan jari pada usia 12 bulan, ekspresi wajah kurang pada usia 12 bulan.
Usia 12-18 bulan
Pada usia ini, anak biasanya sudah dapat mengucapkan 3-6 kata dengan arti, dapat mengangguk atau menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan, menunjuk anggota tubuh atau gambar yang disebutkan orang lain, dan mengikuti perintah satu langkah (“Tolong ambilkan mainan itu”). Kosakata anak bertambah dengan pesat; pada usia 15 bulan ia mungkin baru dapat mengucapkan 3-6 kata dengan arti, namun pada usia 18 bulan kosakatanya telah mencapai 5-50 kata. Pada akhir masa ini, anak sudah bisa menyatakan sebagian besar keinginannya dengan kata-kata.
Waspada bila: tidak ada kata berarti pada usia 16 bulan
Usia 18-24 bulan
Dalam kurun waktu ini anak mengalami “ledakan bahasa.” Hampir setiap hari ia memiliki kosakata baru. Ia dapat membuat kalimat yang terdiri atas dua kata (“mama mandi,” “naik sepeda”) dan dapat mengikuti perintah dua langkah. Pada fase ini anak akan senang mendengarkan cerita. Pada usia dua tahun, sekitar 50% bicaranya dapat dimengerti orang lain.
Waspada bila: Tidak ada kalimat 2 kata yang dapat dimengerti pada usia 24 bulan
Usia 2-3 tahun
Setelah usia 2 tahun, hampir semua kata yang diucapkan anak telah dapat dimengerti oleh orang lain. Anak sudah biasa menggunakan kalimat 2-3 kata – mendekati usia 3 tahun bahkan 3 kata atau lebih – dan mulai menggunakan kalimat tanya. Ia dapat menyebutkan nama dan kegunaan benda-benda yang sering ditemui, sudah mengenal warna, dan senang bernyanyi atau bersajak (misalnya “Pok Ami-Ami”).
Usia 3-5 tahun
Anak pada usia ini tertarik mendengarkan cerita dan percakapan di sekitarnya. Ia dapat menyebutkan nama, umur, dan jenis kelaminnya, serta menggunakan kalimat-kalimat panjang (>4 kata) saat berbicara. Pada usia 4 tahun, bicaranya sepenuhnya dapat dimengerti oleh orang lain. Anak sudah dapat menceritakan dengan lancar dan cukup rinci tentang hal-hal yang dialaminya.
Apabila terdapat salah satu tanda waspada di atas, bawalah anak Anda ke dokter anak. Secara umum, pada usia berapapun, bawalah anak ke dokter jika ia menunjukkan kemunduran dalam kemampuan berbicara atau kemampuan sosialnya.
Penyebab keterlambatan bicara
Keterlambatan bicara dapat disebabkan gangguan pendengaran, gangguan pada otak (misalnya retardasi mental, gangguan bahasa spesifik reseptif dan/atau ekspresif), autisme, atau gangguan pada organ mulut yang menyebabkan anak sulit melafalkan kata-kata (dikenal sebagai gangguan artikulasi). Untuk menegakkan diagnosis penyebab keterlambatan bicara, perlu pemeriksaan yang teliti oleh dokter, yang terkadang membutuhkan pendekatan multidisiplin oleh dokter anak, dokter THT, dan psikolog atau psikiater anak.
Tata laksana keterlambatan bicara bergantung pada penyebabnya, dan juga melibatkan kerja sama antara dokter anak, dokter spesialis lain yang terkait, terapis wicara, dan tentunya orangtua.
Yang bisa dilakukan orangtua
Orangtua dan lingkungan terdekat memegang peranan penting dalam perkembangan bicara dan bahasa seorang anak. Kosakata anak berbanding lurus dengan jumlah kata yang didengarnya pada masa kritikal perkembangan bicaranya. Hal-hal yang dapat dilakukan orangtua untuk mengoptimalkan perkembangan bicara dan bahasa anak antara lain:
- Rajin berbicara dan berkomunikasi dengan anak, dimulai pada masa bayi. Kapanpun, di manapun Anda berada bersama anak Anda, katakanlah apa yang sedang terjadi, apa yang sedang Anda lakukan, dan sebutkan nama benda-benda yang ditemui. Walau bayi yang sangat muda belum bisa berbicara, kata-kata yang didengarnya akan menjadi bekal dalam perkembangan bicara dan bahasanya!
- Membacakan cerita adalah cara yang baik untuk meningkatkan kosakata anak. Bayi dan anak kecil biasanya tertarik pada cerita yang bersajak. Sembari membaca, anak dapat diajak menunjuk gambar dan menyebut nama benda yang ditunjuk.
Keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa sebaiknya dapat dikenali oleh orangtua sedini mungkin, agar tata laksana yang diberikan dapat memaksimalkan kapasitas bicara dan bahasa yang dimiliki anak.
Penulis : Amanda Soebadi (Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI – RSCM)
Penyebab dan Gejala Autisme
Penyebab Autisme – Penyebab yang pasti dari autisme tidak diketahui, yang pasti hal ini bukan disebabkan oleh pola asuh yang salah. Penelitian terbaru menitikberatkan pada kelainan biologis dan neurologis di otak, termasuk ketidakseimbangan biokimia, faktor genetik dan gangguan kekebalan.Beberapa kasus mungkin berhubungan dengan:
- Infeksi virus (rubella kongenital atau cytomegalic inclusion disease)
- Fenilketonuria (suatu kekurangan enzim yang sifatnya diturunkan)
- Sindroma X yang rapuh (kelainan kromosom).
Gejala Autisme – Untuk memeriksa apakah seorang anak menderita autis atau tidak, digunakan standar internasional tentang autisme. ICD-10 (International Classification of Diseases) 1993 dan DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) 1994 merumuskan kriteria diagnosis untuk Autisme Infantil yang isinya sama, yang saat ini dipakai di seluruh dunia.
a. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik.
Minimal harus ada 2 dari gejala di bawah ini :
1. Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai : kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak gerik kurang tertuju
2. Tidak bisa bermain dengan teman sebaya
3. Tak ada empati (tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain)
4. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik
b. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi.
Minimal harus ada 1 dari gejala di bawah ini :
1. Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tak berkembang. Anak tidak berusaha untuk berkomunikasi secara non-verbal
2. Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak dipakai untuk berkomunikasi
3. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang
4. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang dapat meniru
c. Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat, dan kegiatan.
Minimal harus ada 1 dari gejala di bawah ini :
1. Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan
2. Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya
3. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang
4. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.
Pendapat lain mengatakan bahwa gejala autisme antara lain:
a. Perkembangan terhambat, terutama dalam kelakuan dasar hidup bermasyarakat (misalnya : tersenyum dan berbicara).
b. Bermain sendiri, tidak mau berkumpul dengan anggota keluarga atau orang lain.
c. Lesu dan tidak acuh terhadap orang lain yang mencoba berkomunikasi dengannya.
d. Sedikit atau tidak ada kontak mata.
e. Mengerjakan sesuatu yang rutin tanpa dipikir dan berperangai buruk jika dilarang akan membangkitkan kemarahan.
f. Pada umumnya pertumbuhan jiwa terbelakang (cacat mental).
g. Pada beberapa kasus, anak tersebut mempunyai keahlian tertentu dan sangat pandai, misalnya : menggambar, matematika, musik, melukis (Infokes, 2005).
Selain gejala-gejala seperti yang disebutkan di atas, beberapa sifat lainnya yang biasa ditemukan pada anak autis antara lain :
a. Sulit bergabung dengan anak-anak yang lain
b. Tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya
c. Menghindari kontak mata atau hanya sedikit melakukan kontak mata
d. Menunjukkan ketidakpekaan terhadap nyeri
e. Jarang memainkan permainan khayalan
f. Lebih senang menyendiri, menarik diri dari pergaulan, tidak membentuk hubungan pribadi yang terbuka
g. Memutar benda
h. Terpaku pada benda tertentu, sangat tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya dengan baik
i. Secara fisik terlalu aktif atau sama sekali kurang aktif
j. Tidak memberikan respon terhadap cara pengajaran yang normal
k. Tertarik pada hal-hal yang serupa, tidak mau menerima/mengalami perubahan
l. Tidak takut akan bahaya
m. Terpaku pada permainan yang ganjil
n. Ekolalia (mengulang kata-kata atau suku kata)
o. Tidak mau dipeluk
p. Tidak memberikan respon terhadap kata-kata, bersikap seolah-olah tuli
q. Mengalami kesulitan dalam mengungkapkan kebutuhannya melalui kata-kata, lebih senang meminta melalui isyarat tangan atau menunjuk
r. Jengkel/kesal membabi buta, tampak sangat rusuh untuk alasan yang tidak jelas
s. Melakukan gerakan dan ritual tertentu secara berulang (misalnya bergoyang-goyang atau mengepak-ngepakkan lengannya)
t. Anak autis mengalami keterlambatan berbicara, mungkin menggunakan bahasa dengan cara yang aneh atau tidak mampu bahkan tidak mau berbicara sama sekali. Jika seseorang berbicara dengannya, dia akan sulit memahami apa yang dikatakan kepadanya. Anak autis tidak mau menggunakan kata ganti yang normal (terutama menyebut dirinya sebagai kamu, bukan sebagai saya).
u. Pada beberapa kasus ditemukan perilaku agresif atau melukai diri sendiri.
v. Kemampuan motorik kasar/halusnya ganjil, tidak ingin menendang bola tetapi dapat menyusun balok.
Gejala-gejala tersebut bervariasi, bisa ringan maupun berat. Selain itu, perilaku anak autis biasanya berlawanan dengan berbagai keadaan yang terjadi dan tidak sesuai dengan usianya.
( referensi :college of alliededucators)
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
Apa itu ADHD?Pernahkah kita merasa sulit memusatkan perhatian, seakan begitu banyak hal mengganggu pikiran sehingga tidak bisa tidur? Atau, pernahkah kita merasa sangat bergairah menikmati hal-hal yang kita suka, hingga lupa waktu dan tidak ingin semua itu dihentikan? Kondisi tersebut dapat terjadi pada setiap orang. Namun, pada penyandang ADHD, hal itu berlangsung terus menerus di mana pun ia berada. Layaknya televisi, mereka tidak memiliki tombol “switch on-off”, sehingga tidak dapat dipindahkan “channel”-nya atau dihentikan.
Karena selalu terdorong untuk bergerak, mereka menjadi tidak bisa diam dan selalu mencari kegiatan atau orang-orang yang bereaksi sama dengan dirinya. Gerakan kipas angin, kupu-kupu yang terbang di luar jendela kelas, suara ramai di kelas sebelah, atau “video-game”, bisa menjadi faktor pengganggu, ketika ia
sedang mendengarkan guru yang mengajar di depan kelas. Kondisi ini berdampak pada ketidakstabilan performa akademik mereka. Suatu ketika bisa mendapatkan nilai baik, namun di lain waktu nilainya juga bisa turun karena proses belajar yang tidak konsisten.
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas memiliki tiga karakteristik utama, yaitu: Inatensi atau kesulitan memusatkan perhatian. Impulsivitas atau kesulitan menahan keinginan. Hiperaktivitas atau kesulitan mengendalikan gerakan.
Mengapa Peran Orang Tua Penting?
Anak dengan ADHD perlu menyalurkan energinya melalui aktivitas dan program rutin. Di sini peran orang tua menjadi penting untuk mengontrol sekaligus menata perilaku anak. Barkley (2005) bahkan memberi jaminan adanya hasil yang lebih baik, ketika orang tua melibatkan suasana emosi positif dalam mendampingi anak. Anak secara psikologis akan merasa lebih diterima, sementara orang tua akan memahami kenyataan sulitnya perjuangan anak dalam belajar. Hal ini akan membuat orang tua menjadi lebih sabar dan membantu anak untuk menata perilakunya yang positif bagi dirinya. ( referensi :college of alliededucators)
Terapi Anak Autis di Rumah
Ada beberapa persyaratan yang diperlukan untuk menjalankan terapi anak autis di rumah, yaitu :a. Pengetahuan orang tua akan metode terapi
b. Pengelolaan proses terapi yang menyangkut pengawasan dan pembinaan terapis
c. Ruangan yang bebas distraksi, cukup sejuk dan cukup penerangan
d. Dibutuhkan meja dan kursi anak
e. Alat peraga dan peralatan latihan motorik dan sensoris yang sesuai dengan materi yang akan diberikan
f. Evaluasi proses terapi secara periodic
g. Dana yang cukup untuk membayar 2 – 3 orang terapis
h. Terapis yang handal dalam melakukan terapi perilaku.
Apabila semua syarat di atas dapat disediakan, maka terapi di rumah dapat menjadi pilihan utama. Tetapi apabila tidak mungkin menyediakan persyaratan minimal ini, maka terapi sebaiknya dilakukan di institusi, terapi di rumah dijadikan sebagai kelanjutan terapi di sekolah.
Mengajarkan Kemampuan Merawat / Bantu Diri Anak Autisme, pengertiannya adalah Kemampuan merawat diri adalah kecakapan atau keterampilan untuk mengurus atau menolong diri sendiri dalam kehidupan sehari-hari sehingga tidak tergantung pada orang lain. Dimana Tujuan Latihan Merawat Diri ini adalah sbb :
Bagi anak autis, tujuan latihan merawat diri adalah :
a. Agar dapat melakukan sendiri keperluannya sehari-hari
b. Menumbuhkan rasa percaya diri dan meminimalkan bantuan yang diberikan
c. Memiliki kebiasaan tertib dan teratur
d. Dapat menjaga kebersihan dan kesehatan badannya
e. Dapat beradaptasi dengan lingkungannya pada kondisi atau situasi di mana ia berada
f. Dapat menjaga diri dan menghindar dari hal-hal yang membahayakan.
Prinsip-prinsip Latihan Merawat Diri – Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua sebelum mempraktekkan merawat diri pada anak :
a. Mengenal dan menerima keberadaan anak sehingga dapat merancang program yang efektif
b. Memperhatikan kesiapan anak dalam menerima latihan-latihan
c. Belajar dalam keadaan rileks dengan instruksi yang tegas tanpa ragu-ragu tetapi tidak menimbulkan ketegangan bagi anak
d. Guru atau pelatih menggunakan kata-kata instruksi yang tetap dan sama begitu pula yang dilakukan orang tua dan anggota keluarga yang lain
e. Setiap melakukan kegiatan iringilah dengan percakapan dan gunakan kata-kata yang sederhana
f. Latihan diberikan dengan singkat dan sederhana, tahap demi tahap dan satu
g. Tahapan dimulai dari hal termudah
h. Tetapkanlah disiplin, jangan menyimpang dari ketetapan utama, waktu maupun tempat, karena akan membingungkan
i. Teruslah memberi motivasi bila anak belum berhasil dan berikan pujian bila usaha yang dilakukan anak berhasil dengan baik
j. Kesalahan dan kecelakaan adalah hal biasa, mungkin saja anak jatuh karena memasukkan kedua kakinya bersama-sama dalam lobang celana
k. Fleksibilitas.
Ruang Lingkup Materi Kemampuan Merawat Diri – Materi pelajaran menunjukkan apa yang harus diajarkan serta sejauh mana keluasan dan kedalamannya. Materinya adalah :
a. Kebersihan badan antara lain melatih
1. Cuci tangan
2. Cuci muka
3. Sikat gigi
4. Mandi
5. Keramas
6. Menggunakan kamar kecil/WC
b. Makan dan minum meliputi :
1. Makan menggunakan tangan
2. Makan menggunakan sendok
3. Minum menggunakan cangkir
4. Minum menggunakan gelas
5. Minum menggunakan sedotan
c. Berpakaian, antara lain :
1. Memakai pakaian dalam
2. Memakai baju kaos
3. Celana/rok
4. Kemeja
5. Kaos kaki dan sepatu
d. Berhias, meliputi :
1. Menyisir rambut
2. Memakai bedak
3. Memakai aksesoris
e. Keselamatan diri, meliputi :
1. Bahaya benda tajam atau runcing
2. Bahaya benda api dan listrik
3. Bahaya lalu lintas
4. Bahaya binatang
f. Adaptasi lingkungan, antara lain :
1. Mengenal keluarga dekat
2. Mengenal guru/pelatih
3. Mengenal dan bermain bersama teman.
a) Tahapan Pembelajaran Latihan Merawat Diri
1. Tahap persepsi
2. Tahap kesiagaan
3. Tahap sambutan
4. Tahap tindakan mekanis
5. Tahap sambutan yang kompleks
6. Tahap bervariasi
7. Tahap keaslian
( referensi :college of alliededucators)
Disleksia
Apa itu Disleksia?Kata disleksia berasal dari kata “dys” yang berarti gangguan atau ketidakmampuan, dan kata “lexis” yang menunjuk kepada kata-kata atau berbahasa. Dari asal katanya disleksia berarti gangguan/ketidakmampuan dalam berbahasa dan mengeja kata. Disleksia bukan disebabkan oleh kurangnya motivasi belajar, kerusakan indera, atau kondisi lingkungan. Disleksia disebabkan karena adanya gangguan pada sistem syaraf pusat yang memengaruhi persepsi visual anak terhadap objek huruf, angka, atau kata. Anak dengan disleksia mengalami kesulitan dalam membaca, menulis, mengeja, menyimak, dan berhitung. Disleksia termasuk dalam kategori kesulitan belajar spesifik/khusus (specific learning disabilities).
Fakta-fakta tentang disleksia menunjukkan bahwa satu dari lima pelajar atau 15-20 % anak usia sekolah dasar mengalami disleksia dengan variasi dalam tingkat keparahannya. Kebanyakan orang yang punya kemampuan membaca buruk, 70-80 % adalah “dyslexic”. Meski mengalami gangguan dalam belajar, anak dengan disleksia memiliki intelegensi normal, bahkan di atas rata-rata. Albert Einstein, Lee Kuan Yew, Tom Cruise adalah orang-orang dengan disleksia.
Mengapa Intervensi Dini Sangat Penting?
Disleksia adalah gangguan belajar yang bersifat menetap seumur hidup. Karena itu penanganan terhadap disleksia membutuhkan deteksi sejak awal terhadap gejala yang terjadi pada anak, yang kemudian diikuti dengan intervensi berupa metode-metode pengajaran yang kreatif termasuk penggunaan teknologi, agar anak dengan disleksia mampu mengejar “ketertinggalan”. Intervensi dini berarti kemudahan bagi anak untuk melanjutkan studinya. Intervensi khusus bisa diberikan melalui pendekatan konseling pada anak.
( referensi :college of alliededucators)
Dispraksia
Apa itu Dispraksia?Seseorang dengan dispraksia mempunyai masalah dalam ide, perencanaan, dan eksekusi gerakan. Dispraksia biasa dikenal dengan sebutan “Motor Planning Disorders”. Orang dengan dispraksia sulit merencanakan apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Mereka sulit melakukan gerakan-gerakan koordinasi motorik kasar dan halus.
Dispraksia mempengaruhi tiga area perkembangan anak: Oral, yaitu mempengaruhi segi organ wicara anak. Verbal, mempengaruhi segi pengucapan dan berbahasa anak. Gerakan, mempengaruhi koordinasi gerakan motorik halus maupun motorik kasar.
Meski dispraksia tidak mempengaruhi kepintaran seseorang, namun sangat mempengaruhi prestasi akademis, perilaku, dan sosial-emosional anak. Oleh sebab itu anak dengan dispraksia masuk dalam karakteristik anak dengan kesulitan belajar spesifik/khusus (specific learning disabilities)
Mengapa Intervensi Dini Sangat Penting?
Meskipun dispraksia tidak bisa disembuhkan, namun dengan diagnosa dini dan penanganan lebih awal akan dapat mengatasi kesulitan-kesulitan yang timbul dari kondisi dispraksia yang disandang anak. Intervensi dini akan memberikan keadaan lebih baik saat anak bertumbuh menjadi dewasa. Intervensi dini termasuk: terapi okupasi untuk mengatasi koordinasi gerak, terapi wicara untuk menangani gangguan perkembangan wicara dan berbahasa, dan terapi bermain untuk membantu koordinasi gerakan pada anak.
Mengerti dan memahami penanganan dispraksia akan sangat menolong anak mengatasi kesulitan-kesulitan yang terjadi serta membantu mereka mencapai potensi yang optimal.
( referensi :college of alliededucators)
Perkembangan Motorik Kasar Anak
- Written by Bidanku.com
- Category: Parenting
Motorik
kasar merupakan gerakan fisik yang membutuhkan keseimbangan dan
koordinasi antar anggota tubuh, dengan menggunakan otot-otot besar,
sebagian atau seluruh anggota tubuh. Contohnya, berjalan, berlari,
berlompat, dan sebagainya.
Perkembangan motorik kasar pada bayi memiliki
rangkaian tahapan yang berurutan. Artinya setiap tahapan harus dilalui
dan dikuasai dulu sebelum memasuki tahapan selanjutnya. Tidak semua bayi
akan menguasai suatu keterampilan di usia yang sama, karena
perkembangan anak bersifat individual. Tapi perbedaan itu tidak
disebabkan bayi yang satu lebih pandai daripada bayi yang lain.
Perkembangan keterampilan tidak ada pengaruhnya langsung dengan
kecerdasan.
Berikut merupakan tahapan perkembangan motorik pada anak sesuai dengan pertumbuhan usianya:
ANAK USIA 3 TAHUN
a. berbalik atau berhenti secara tiba-tiba atau cepatb. melompat dengan lompatan kurang lebih 37-60 cm
c. naik tangga tanpa dibantu
d. meloncat dengan tambahan beberapa variasi lompatan
ANAK USIA 4 TAHUN
a. sangat aktif, mampu meniru, mengikuti dan menikmati berbagai gerakan yang dicontohkanb. mampu mengontrol gerakan dan memberikan respon bila diberi petunjuk orang dewasa. Seperti berhenti, memulai, atau berputar yang lebih efektif
c. naik turun tangga dengan langkah kaki yang saling bergantian
ANAK USIA 5 TAHUN
a. mampu melakukan gerakan dengan konstan dan waktu istirahat yang pendekb. mampu mengikuti permainan fisik yang bersifat sosial
c. mampu menaik sepeda roda tiga
d. berjalan di garis lurus ke depan atau ke belakang
e. lompat ditempat dengan 1 kaki
f. berjalan di atas papan keseimbangan
Perkembangan Motorik Halus Anak
- Written by Bidanku.com
- Category: Parenting
Kemampuan
motorik halus adalah kemampuan yang berhubungan dengan keterampilan
fisik yang melibatkan otot kecil dan koordinasi mata-tangan. Saraf
motorik halus ini dapat dilatih dan dikembangkan melalui kegiatan dan
rangsangan yang kontinu secara rutin. Seperti, bermain puzzle, menyusun
balok, memasukan benda ke dalam lubang sesuai bentuknya, membuat garis,
melipat kertas dan sebagainya.
Kecerdasan motorik halus anak berbeda-beda. Dalam hal
kekuatan maupun ketepatannya. perbedaan ini juga dipengaruhi oleh
pembawaan anak dan stimulai yang didapatkannya. Lingkungan (orang tua)
mempunyai pengaruh yang lebih besar dalam kecerdasan motorik halus anak.
Lingkungan dapat meningkatkan ataupun menurunkan taraf kecerdasan anak,
terutama pada masa-masa pertama kehidupannya.
Setiap anak mampu mencapai tahap perkembangan motorik
halus yang optimal asal mendapatkan stimulasi tepat. Di setiap fase,
anak membutuhkan rangsangan untuk mengembangkan kemampuan mental dan
motorik halusnya. Semakin banyak yang dilihat dan didengar anak, semakin
banyak yang ingin diketahuinya. Jika kurang mendapatkan rangsangan anak
akan bosan. Tetapi bukan berarti anda boleh memaksa si kecil. Tekanan,
persaingan, penghargaan, hukuman, atau rasa takut dapat mengganggu usaha
dilakukan si kecil.
Berikut perkembangan motorik halus anak berdasarkan tahapan usianya
ANAK USIA 3 TAHUN
a. menggambar mengikuti bentukb. menarik garis vertikal, menjiplak bentuk lingkaran
c. membuka menutup kotak
d. menggunting kertas mengikuti pola garis lurus
ANAK USIA 4 TAHUN
a. menggambar sesuatu yang diketahui, bukan yang dilihatb. mulai menulis sesuatu dan mampu mengontrol gerakan tangannya
c. menggunting zig zag, melengkung, membentuk dengan lilin
d. menyelesaikan pasel 4 keping
ANAK USIA 5 TAHUN
a. melipatb. menggunting sesuai pola
c. menyusun mainan konstruksi bangunan
d. mewarnai lebih rapi tidak keluar garis
e. meniru tulisan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar